This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 30 Maret 2012

Video Syaikh Al-arifi Tentang Syiah Di Suriah



10 Rumah Mewah yang Terbuat dari Barang Bekas


Limbah bahan yang direklamasi untuk struktur baru, dapat dibuat dari sekelompok ban ditumpuk atau perahu yang tidak lagi layak pakai, atau sebagian kompleks batu bata tua kembali diukir agar terlihat seperti baru. Kadang-kadang mereka pergi seperti apa adanya, usia memberikan rasa sejarah, dan kadang-kadang mereka diolah menjadi sesuatu yang tidak meninggalkan petunjuk asal-usul mereka.

1. Bottles & Cans
Untuk beberapa, mereka sampah, tetapi untuk orang lain, botol dan kaleng dibuang dapat menjadi bahan utama daur ulang rumah. Kaleng tomat diratakan berubah menjadi ubin pelindung eksterior sebuah rumah gunung di Patagonia, dan satu juta botol bir coklat dan hijau dibentuk menjadi sebuah kuil Budha di Thailand benar-benar menakjubkan. The 'Beer Can House' di Houston, Texas itu dibuat lebih dari 18 tahun dari 39.000 kaleng bir. Kaleng dipotong dan diterapkan pada hampir setiap permukaan, digunakan sebagai dinding, trim dekoratif dan pagar. Botol plastik digunakan untuk membangun sekolah di San Pablo, Filipina, menghasilkan struktur yang tiga kali lebih kuat dari beton.

2. Ships & Boats
Kapal dan perahu yang dinonaktifkan dapat dibawa di darat dan berubah menjadi tempat tinggal yang tidak biasa, yang menjadi pembicaraan di kota. 'Rumah Kapal' Dalmatia, Kroasia tentu contoh kreatif rumah daur ulang. Terletak di Selatan Pulau Bass di Lake Eerie di Masukan-in-Bay, Ohio, rumah terdiri dari bekas Lakes Boat Besar yang digunakan untuk pengiriman yang dibangun oleh Henry Ford dan melayani 50 tahun sebelum diistirahatkan. Atau, Anda bisa membuat kerajinan kayu didaur ulang menjadi sebuah rumah yang menakjubkan yang terlihat seperti sebuah kapal.

3. Glass Panels & Windows
Jendela kaca daur ulang, panel plexiglass dan bahkan kaca sampah diubah menjadi cahaya yang menyinari rumah. Kolonihavehus oleh seniman Tom Fruin mungkin bukan rumah yang utuh, tapi tentu menjadi sumber inspirasi untuk membangun rumah direklamasi hijau; itu seluruhnya terbuat dari panel plexiglass, dilakukan seniman untuk menciptakan efek kaca patri. Rumah lain di Freetown Christiania, sebuah komune di Kopenhagen, dibangun pada tahun 60-an menggunakan jendela daur ulang, mereka tidak pernah menyalakan lampu di siang hari. Dan akhirnya, rumah modular yang murah dapat dibangun dengan waktu kurang dari seminggu yang terbuat dari kaca limbah.

4. Barns
Di kota-kota berkembang, peternakan lebih sedikit dan jauh. tetapi itu tidak berarti bahwa lumbung besar yang indah harus dirobohkan. Banyak lumbung telah berubah menjadi menakjubkan, rumah-rumah pribadi yang luas, mereka hanya menambahkan utilitas dengan pembongkaran kayu dan kerajinan menjadi sesuatu yang baru. Rumah di Belgia mempertahankan bentuk tradisional dari gudang, dengan banyak kaca baru dan fasad rana berfungsi penuh untuk memberi cahaya alami dan ventilasi. Dibawahnya, terdapat sebuah balok berat untuk membentuk bilah yang melindungi dinding kaca bergelombang, membuat struktur sebelumnya padat, tampak terang dan lapang.

5. Shipping Containers
Kontainer pengiriman merupakan bahan yang ideal untuk membangun rumah dan struktur lainnya. Sementara mereka hanya ditinggalkan di galangan kapal. Sekarang mereka dikonfigurasi ke rumah-rumah kecil dan besar. Kontainer pengiriman sekarang banyak digunakkan untuk membuat rumah yang murah dan ramah lingkungan.

6. Grain Bins
Kuat dan kokoh, silo biji-bijian membentuk dasar dari rumah bulat, di pedesaan atau diberi sentuhan kontemporer. Dua silo bergabung dengan lorong untuk membentuk sebuah rumah di Midwest Amerika, yang lain membentuk struktur internal utama untuk rumah di Greensburg, Kansas. Silo telah menyamar menjadi rumah kedua, sehingga Anda tidak akan pernah menduga bahwa itu ada. Pada Gruene Homestead Inn di Texas, sebuah teras depan dari silo digunakan sebagai ruang tamu yang nyaman.

7. Tires
Ban adalah komponen bangunan utama rumah ekologis dikenal sebagai 'earthships'. Rumah-rumah, yang umum di padang pasir Amerika Serikat, juga ideal sebagai rumah murah di negara-negara dunia ketiga. Ban banyak sekali dan, ketika dikemas dengan lumpur, menyediakan massa termal untuk mengatur suhu internal bangunan. Mereka sering diplester kembali dengan campuran lumpur yang menyerupai adobe, meskipun kadang-kadang, mereka meninggalkan sisa lumpur yang terlihat. Gambar atas menunjukkan sebuah sekolah dalam konstruksi di Guatemala, yang kedua menggambarkan dinding di Earthship Virginia. Gambar ketiga menggambarkan bagaimana ban telah digunakan untuk memperkuat, rumah-rumah murah di Haiti yang dilanda gempa.

8. Pallets
Tahukah Anda bahwa palet pengiriman sering terbuat dari kayu? Setelah mereka digunakan beberapa kali untuk mengangkut beban berat, mereka dibuang, tetapi kayu ini bisa membuat blok bangunan rumah. Di Curacavi, Chili, rumah modern besar diberikan kelongsong terbuat dari palet dicat putih, yang memberikan pendinginan alam dan ventilasi, dan membiarkan cahaya. Palet dimodifikasi bahkan bisa digunakan untuk membuat perumahan yang cepat dan murah, digunakan untuk segala sesuatu dari dek depan ke dalam furnitur. Paletten modular Haus, dirancang oleh dua mahasiswa dari Universitas Wina untuk kompetisi arsitektur, modular dan hemat energi. Desain yang sama yang dapat dibangun hanya $ 11 per kaki persegi.

9. Reclaimed Wood
Kayu daur ulang dari berbagai sumber termasuk struktur dapat menambahkan karakter dan rasa sejarah untuk rumah, apakah itu digunakan sebagai aksen di antara bahan yang lebih modern atau sebagai bahan utama. The 'Treehouse dari Hyères', kiri atas, terbuat dari kayu dan benda yang ditemukan dan jelas dalam gaya pedesaan, kayu daur ulang masih mempertahankan beragam nuansa warna dan cat. Kayu reklamasi membentuk struktur inti dari sebuah rumah, kayu baru untuk kontras yang indah. Rumah ketiga, juga terbuat dari kayu baru dan bekas campuran, mencapai efek yang sama.

10. Stone
Batu tulis tidak lagi digunakkan untuk sejarah, tetapi kali ini untuk kedua atap dan fasad utara di pren Ty South Wales (atas). Sebuah villa batu di Portugal dibangun kembali, blok batu kali yang dikenakan disandingkan dengan kayu yang baru dan kaca agar terlihat modern. Keindahan batu adalah bahwa hal itu dapat diukir kembali menjadi batu bata dan tampak baru jika terlihat. Di Inggris, arsitek John Pawson menggunakan batu direklamasi untuk membuat Rumah Batu di Milan, yang merupakan brand baru.


Ketika Syaikh al-Albani Di Usia 84 tahun


Dalam Kitab Shahih Mawarid Adz Dzam’an ila Zawaid Ibn HIbban (2087) dalam pembahasan hadist Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dimana disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam berkata:
“Umur umatku antara 60 sampai 70 tahun,kecuali sedikit dari mereka yang usianya lebih dari itu”.
Ibn Arafah mengomentar hadist ini dengan berkata : ” Saya termasuk yang sedikit tersebut ”. Syaikh Albani turut berkomentar atas ucapan ini dengan menuliskan dalam tahqiqnya, sebagai berikut:
Dan saya pun termasuk yang sedikit tersebut. Saat ini usiaku sudah mencapai 84 tahun. Mudah-mudahan Allah subhanahu wata’ala menjadikanku termasuk golongan orang yang panjang umurnya dan baik amalannya.
Bersamaan dengan itu pula, sesungguhnya aku pun terkadang mengharapkan kematian, terlebih jika melihat kaum muslimin banyak menyimpang dari agamanya dan tertimpa kehinaan sehingga menjadi umat yang direndahkan. Akan tetapi terlarang berharap demikian,dan hadist Anas masih aku ingat sejak aku masih muda. Maka tidaklah bagiku kecuali mengatakan apa yang diperintahkan Nabi padaku shalallahu ‘alaihi wasalam :
“Ya Allah hidupkan aku selama kehidupanku lebih baik bagiku,dan Wafatkanlah aku jikalau kematian itu baik bagiku.”
Serta berdo’a dengan apa yang diajarkan kepadaku oleh Nabi ‘alaihi sholatu wasalam:
“Ya Allah Jadikan pendengaran dan penglihatanku senantiasa sehat dan kuatkanlah seluruh anggota badanku , kemudian jadikanlah itu semua tetap seperti itu hingga tibanya kematian”.
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengabulkan doa ini padaku dan sungguh aku dapat menikmati itu semua (isi do’a diatas,penj). Inilah saya yang sampai usia sekarang ini masih giat membahas dan meneliti serta menulis dengan giat, saya pun shalat sunnah dengan berdiri, saya juga menyetir mobil sendiri dalam perjalanan yang jauh, juga menyetir dengan “ngebut” sampai-sampai sebagian kolega sering menyarankanku untuk tidak berbuat demikian. Menurut saya dalam masalah mengendarai mobil dengan kencang ini perlu dirinci hukumnya sebagaimana juga telah diketahui oleh mereka. Saya ceritakan demikian ini sebagai wujud dari firman Allah:
“Dan terhadap nikmat Rabb mu hendaklah kamu menyebut-nyebutnya” (QS.Adh Dhuha ayat 11)
Dengan senantiasa berharap agar Allah subhanahu wata’ala menambahkan karunianya kepadaku, dan menjadikan nikmat ini tidak dicabut hingga kematian tiba, serta mewafatkanku sebagai muslim diatas sunnah yang aku telah bernadzar untuk itu kehidupanku adalah dakwah dan menulis. Juga semoga Allah mengumpulkanku kelak dengan para syuhada dan orang-orang shalih sebagai sebaik-baik teman . Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi menjawab do’a.

Kisah Celaan Ahlul Bait Kepada Syiah


http://newsimg.bbc.co.uk/media/images/39959000/gif/_39959208_iraq_najaf_kufa_map203.gifPenulis at-Tuhfah al-Itsnai Asy’ariyah berkata, “Allamah Syiah pada zaman ini, Syaikh Hibatuddin asy-Syahrastani, menukil apa yang diriwayatkan oleh al-Jahidz dari Khuzaimah al-Asadi, yang berkata, Aku masuk ke Kufah bersamaan dengan berangkatnya al-Husain bin Ali bersama kelaurganya, dari Karbala kepada Ubaidullah bin Ziyad. Aku melihat wanita-wanita Kufah pada saat itu sedang berdiri meratap dengan merobek-robek leher baju, aku mendengar Ali bin al-Husain berkata dengan suara lemah, “Wahai orang-orang Kufah, kalian menangisi kami padahal kalianlah yang membunuh kami.”
Aku melihat Zainab binti Ali, aku tidak melihat wanita yang lebih jelas pembicaraan daripadanya, dia berkata:
“Wahai orang-orang Kufah, wahai para pengkhianat dan para pengecut, kubur tidak tertutup, tanah yang landai tidak tenang, kalian hanyalah seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu.
Ketahuilah yang ada pada kalian hanyalah kebencian dan kesialan, tabiat darah dan tipu daya musuh.
Kalian tidak lain kecuali seperti rumput hijau di atas kotoran atau perak di atas wanita di liang lahat.
Begitu buruk apa yang kalian lakukan, Allah memurkai kalian dan kalian akan kekal di dalam azab. Apakah kalian menangis? Demi Allah menangislah, demi Allah kalian pantas menangis, banyaklah menangis dan sedikitkan tertawa, kalian berhasil meraih aib dan keburukannya, kalian tidak akan menghilangnya dengan mencuci setelahnya selama-lamanya.”
Sumber: Disalin dari buku bagus “Meluruskan Sejarah Menguak Tabir Fitnah”,  al Imam al-Qadhi Abu Bakar Ibnul Arabi, Tahqiq dan Ta’liq: al Allamah Muhibbuddin al-Khatib, Takrijh: Prof.Dr.Mahmud al-Istambuli, Dikaji Ulang: al Maktab as-Salafi dibawah arahan: Dr.Muhammad Jamil Ghazi, Penerbit Sahifa, Hal.339-340, Cet.2. Judul asli: al-Awashim min al-Qawahim, fi Tahqiq Mawaqif ash-Shahabah Ba’da wafat an-Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Sejarah Kemunculan Syi’ah


Secara fisik, sulit dibedakan antara penganut Islam dengan Syi’ah. Akan tetapi jika diteliti lebih dalam terutama dari sisi akidah, perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga tidak mungkin disatukan..
Syiah menurut etimologi bahasa arab bermakna pembela dan pengikut seseorang, selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul diatas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61 karya Azhari dan Taajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi)
Adapun menurut terminologi syariat, syiah bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk menjadi khalifah kaum muslimin, begitu pula sepeninggal beliau (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal karya Ibnu Hazm)
Syiah mulai muncul setelah pembunuhan khalifah Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, masa-masa awal kekhalifahan Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, Umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman terjadilah berbagai peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahana, muncullah kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka membunuh Utsman, sehingga setelah itu umat islam pun berpecah-belah.
Pada masa kekhalifahan Ali juga muncul golongan syiah akan tetapi mereka menyembunyikan pemahaman mereka, mereka tidak menampakkannya kepada Ali dan para pengikutnya.
Saat itu mereka terbagi menjadi tiga golongan.
  1. Golongan yang menganggap Ali sebagai Tuhan. Ketika mengetahui sekte ini Ali membakar mereka dan membuat parit-parit di depan pintu masjid Bani Kandah untuk membakar mereka. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas ia mengatakan, “Suatu ketika Ali memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang menuhankan Ali). Andaikan aku yang melakukannya aku tidak akan membakar mereka karena Nabi pernah melarang penyiksaan sebagaimana siksaan Allah (dibakar), akan tetapi aku pasti akan memenggal batang leher mereka, karena Nabi bersabda:
    من بدل دينه فاقتلوه
    Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia
  2. Golongan Sabbah (pencela). Ali mendengar tentang Abu Sauda (Abdullah bin Saba’) bahwa ia pernah mencela Abu Bakar dan Umar, maka Ali mencarinya. Ada yang mengatakan bahwa Ali mencarinya untuk membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diri
  3. Golongan Mufadhdhilah, yaitu mereka yang mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Padahal telah diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi Muhammad bahwa beliau bersabda,
    خير هذه الأمة بعد نبيها أبو بكر ثم عمر
    Sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar dan Umar”.
    Riwayat semacam ini dibawakan oleh imam Bukhari dalam kitab shahihnya, dari Muhammad bin Hanafiyyah bahwa ia bertanya kepada ayahnya, siapakah manusa terbaik setelah Rasulullah, ia menjawab Abu Bakar, kemudian siapa? dijawabnya, Umar.
Dalam sejarah syiah mereka terpecah menjadi lima sekte yang utama yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (rafidhah), Zaidiyyah, Ghulat dan Ismailliyah. Dari kelima sekte tersebut lahir sekian banyak cabang-cabang sekte lainnya.
Dari lima sekte tersebut yang paling penting untuk diangkat adalah sekte imamiyyah atau rafidhah yang sejak dahulu hingga saat ini senantiasa berjuang keras untuk menghancurkan islam dan kaum muslimin, dengan berbagai cara kelompok ini terus berusaha menyebarkan berbagai macam kesesatannya, terlebih setelah berdirinya negara syiah, Iran yang menggulingkan rezim Syah Reza Pahlevi.
Rafidhah menurut bahasa arab bermakna meninggalkan, sedangkah dalam terminologi syariat bermakna mereka yang menolak kepemimpinan abu bakar dan umar, berlepas diri dari keduanya, mencela lagi menghina para sahabat nabi.
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku telah bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu?” Maka beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan Umar.” (ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hlm. 567, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)
Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86)
Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari berkata, “Tatkala Zaid bin ‘Ali muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang membai’atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap Abu Bakr dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka beliaupun mengatakan kepada mereka:
رَفَضْتُمُوْنِي؟
Kalian tinggalkan aku?
Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.” (Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (13/36).
Pencetus paham syiah ini adalah seorang yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama Abdullah bin saba’ al-himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan Utsman bin Affan.
Abdullah bin Saba’ mengenalkan ajarannya secara terang-terangan, ia kemudian menggalang massa, mengumumkan bahwa kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib karena petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (menurut persangkaan mereka).
Menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut. Dalam Majmu’ Fatawa, 4/435, Abdullah bin Shaba menampakkan sikap ekstrem di dalam memuliakan Ali, dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum (terjaga dari segala dosa).
Keyakinan itu berkembang terus-menerus dari waktu ke waktu, sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Ali yang mengetahui sikap berlebihan tersebut kemudian memerangi bahkan membakar mereka yang tidak mau bertaubat, sebagian dari mereka melarikan diri.
Abdullah bin Saba’, sang pendiri agama Syi’ah ini, adalah seorang agen Yahudi yang penuh makar lagi buruk. Ia disusupkan di tengah-tengah umat Islam oleh orang-orang Yahudi untuk merusak tatanan agama dan masyarakat muslim. Awal kemunculannya adalah akhir masa kepemimpinan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Kemudian berlanjut di masa kepemimpinan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Dengan kedok keislaman, semangat amar ma’ruf nahi mungkar, dan bertopengkan tanassuk (giat beribadah), ia kemas berbagai misi jahatnya. Tak hanya aqidah sesat (bahkan kufur) yang ia tebarkan di tengah-tengah umat, gerakan provokasi massa pun dilakukannya untuk menggulingkan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Akibatnya, sang Khalifah terbunuh dalam keadaan terzalimi. Akibatnya pula, silang pendapat diantara para sahabat pun terjadi. (Lihat Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 8/479, Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izz hlm. 490, dan Kitab At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hlm. 123)
Rafidhah pasti Syi’ah, sedangkan Syi’ah belum tentu Rafidhah. Karena tidak semua Syi’ah membenci Abu Bakr dan ‘Umar sebagaimana keadaan Syi’ah Zaidiyyah, sekte syiah yang paling ringan kesalahannya.
[Disusun dari dari berbagai sumber, di antaranya kitab Al-Furqon Bainal Haq Wal Batil tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, judul bahasa indonesia “Membedah Firqoh Sesat” penerbit Al-Qowam]

Kamis, 22 Maret 2012

Sanad Hadits Pada Syi’ah


Sanad Hadits Pada Syi’ah

Pada edisi yang lalu, Anda sekalian telah mengikuti penanya yang menafikan pembakaran ‘Ali radiyallahu anhu terhadap Syi’ah (pendukung) beliau yang telah ditetapkan dalam kitab-kitab mereka. Akan tetapi yang menarik perhatian darinya adalah  perendahan dia terhadap kitab-kitab hadits Ahlussunnah.
Tanpa melihat apakah dia orang yang mengethui ilmu hadits menurut Ahlussunnah ataukah tidak, maka mari kita mengenal ilmu hadits pada Syi’ah agar kita bisa melihat apakah ada ilmu hadits yang sebenarnya pada Syi’ah atau tidak.



Atas dasar ini, saya katakan kepada setiap orang yang tertipu dengan agama ini, bahwa Syi’ah imammiyyah (iman dua belas), tidak ada pada mereka satu sunnah pun, maksudnya tidak ditemukan pada mereka hadits-hadits dari Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Bahkan kitab-kitab hadits mereka, yang mereka amalkan dengan meriwayatkannya, adalah hadits-hadits yang dikatakan melalui lisan Abu ‘Abdillah, Ja’far as-Shadiq, iman keenam pada mereka.

Adapun sanad hadits-hadits, maka sanad tersebut mengundang gelak tawa, cemoohan, dan keanehan. Bagaimana seseorang masuk agama Syi’ah, sementara mereka tidak mengetahui sama sekali ilmu hadits; sebuah agama yang semuanya adalah kerugian, dan permainan serta kesia-siaan. Oleh karena itu,  tidak memeluk agama ini  orang  yang berakal dan berilmu. Akan tetapi yang masuk hanyalah orang yang tidak nalar, tidak berilmu, atau orang yang mencari harta atau kedudukan.

Agar saya tidak terlalu panjang dalam sisi ini, maka biarkanlah kita menghadirkan bersama sanad-sanad Syi’ah, dan periwayatannya dengan disertai komentar bahwa itu tidak dimaksudkan untuk mengajak tertawa, sekalipun benar-benar layak mengundang tawa, akan tetapi ini adalah sebuah ajakan untuk memperhatikan dan merenungkannya. Mudah-mudahan Allah Subhanallahu wa Ta’ala menuliskan hidayah bagi setiap orang yang mencari kebenaran dan orang-orang yang tertipu dengan agama Syi’ah.
Kami akan memilih kitab Syi’ah yang terpenting dan paling shahih dalam hal hadits, yaitu kitab Ushulul Kafi yang kata mereka setara dengan al-Bukhari menurut ahlussunnah.
Kita akan mempelajari kondisi sanad periwayatannya yang aneh, yang tidak akan dipercayai oleh akal. Maka diantara rlwayat-riwayat dalam kitab Ushulul Kafi, adalah sebagal berikut:

1.  Diriwayatkan beberapa hadits dan seorang laki-laki (Siapa laki-laki ini? tidak ada seorang pun yang mengetahuinya)
2.  Dari seorang laki-laki penduduk Bashrah (siapa dia, dan apa biografinya, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya)
3.  Dari seekor keledai (tentu saja, tidak perlu kita tanyakan siapa keledai ini, dan apa biografinya, akan tetapi cukuplah Syi’ah merasa terhormat dengan meriwayatkan hadits-hadits mereka dari seekor keledai)
4.  Dari sebagian sahabat-sahabat kami (siapa sahabat-sahabat tersebut, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya)
5.  Dari sejumlah sahabat-sahabat kami (siapa sahabat-sahabat tersebut, tidak ada seorang pun yang mengetahuinya)
6.  Dari seorang  laki-laki dari Thabaristan, dan disebut Muhammad (Iihatlah kalimat, ‘disebut    Muhammad’ lalu siapa Muhammad ini, apa biografinya? Tidak ada seorang pun yang tahu)
7.  Dari  seseorang yang menyebutkannya (ini termasuk teka-teki sanad yang ada pada syi’ah)
8.  Dari orang yang mengabarkannya (ini juga teka-teki sanad pada Syi’ah)
9.  Dari seorang laki-laki penduduk Madinah (siapa dia, dan apa biografinya, hingga kita bisa mengetahui ketersambungan sanad? Tidak ada seorang pun yang tahu)
10.  Dari sebagian sahabat-sahabat kami, saya kira dia adalah as-Sayyari (lihatlah kepada kedetailan sanad, perhatikantah agama ini yang berdiri di atas persangkaan)
11.  Dari seorang laki-laki penduduk Kufah yang dipanggil Abu Muhammad (Siapa dia dan biografinya, tidak ada seorang pun tahu, kemudian perhatikanlah kedetilan Syi’ah dalam menetapkannya)
12.  Dari sebagian sahabatnya dari penduduk Iraq (Allahu akbar, inikah sanad yang wajib bagi kita untuk mengambil agama kita darinya, dan kita yakin akan keshahihannya?!)
13.  Dari seorang laki-laki dari penduduk Halwan (!)
14.  Dari sebagian perawinya (!)
15.  Dari orang yang meriwayatkannya(!)

Siapa yang bisa percaya bahwa ini adalah keadaan mayoritas periwayatan Syi’ah?
Jadi, dengan segenap kemudahan, menjadi jelaslah bahwa mayoritas sanad-sanad periwayatan Syi’ah mengandung sanad-sanad seperti ini yang diriwayatkan dari orang-onang majhul (tidak diketahui). Maka bagaimana para pengikut suatu agama mengambil agama mereka dari orang-orang majhul (tak diketahui) yang menukilkan untuk mereka bagaimana mereka beribadah kepada Rabb mereka?!
Maka jika ini adalah keadaan hadits yang paling shahih pada Syi’ah, maka bagaimana keadaan kitab-kitab mereka yang lain?!

Sesungguhnya termasuk perkara yang telah kami tinjau, kami simpulkan bahwa para ulama Syi’ah tidak mengakui sanad-sanad ini. Adakalanya karena mereka mengetahui bahwa mereka berada di atas kebatilan, atau bahwa mereka mengetahui bahwa agama mereka tidak memilikiushul dan qawa ‘id dalam ilmu yang agung ini (ilmu hadits, red). Dan sesungguhnya, termasuk bukti-bukti jelas, lagi terang, yang tidak menerima keraguan sama sekali bahwa para ulama Syi’ah tidak mengakui sanad adalah apa yang kami temukan dalam kitab NahjuI Balaghah yang mengandung khutbah-khutbah yang dinisbahkan kepada ‘All bin Abi Thalib radiyallahu ‘anhu, yang telah dikumpukan oleh as-Syanif ar-Ridha. Jika kita rnengetahui bahwa ar-Ridha dilahirkan pada tahun 359 H, dan dia melakukan pengumpulan khutbah khutbah ‘Ali radiyallahu anhu dalam kitab yang dia bernama NahjuI Balaghahsekitar tahun 400 H, dan seandainya jika juga tahu bahwa ‘Aliradiyallahu anhu mati syahid pada tahun 40 H, maka tersingkaplah bahwa antara Ali radiyallahu anhu dan ar-Ridha terpaut sekitar 360 tahun.

Jadi, bagaimana mungkin ar-Ridha mampu mengumpulkan khutbah-khutbah ‘Ali radiyallahu anhu dalam kitab tanpa mengalami tahrif(penyimpangan, pemalsuan), apalagi khutbah-khutbah tersebut tanpa sanad-sanad. Bahkan ar-Ridha mengisyaratkan dalam permulaan setiap khutbah, ‘Dan di antara khutbah beliau ‘alaihiss salam.” Bahkan yang lebih tercela dari ini adalah bahwa kitab tersebut paling shahih setelah al-Qur’an menurut $yi’ah!

Al-Amin berkata dalam A’yanus Syi’ah, ‘Sesungguhnya Nahjul Balaghah, bersamaan dengan keshahihan sanad-sanadnya dalam berbagal kitab, dan keagungan kedudukan, keadilah, dan ketsiqahan pengumpulnya, maka tidak membutuhkan saksi atas keshahihan penisbatannya kepada Imamul Fashahah wal Balaghah, bahkan dia memiliki berbagai penguat darinya
Dia juga berkata dalam halaman yang sama,’Kami katakan bahwaNahjul Balaghah tidak membutuhkan penguat, bahwa dia sendiri yang menyaksikan dirinya sendiri sebagaimana matahari tidak membutuhkan saksi bahwa dia adalah matahari’ (A’yanus syi’ah, juz I bab Kalamun fi NahjiI Balaghah, hal. 79)
Demikianlah al-Amin Iari dari penetapan keshahihan penisbatan  khutbah-khutbah yang ada dalam kitab tersebut kepada Ali radiyallahu anhu, meninggalkan metode ilmiah, lalu bersaksi dengan ucapan seperti ini yang berhak untuk ditulis dengan air radiator.

Sungguh, benar-benar termasuk perkara yang menggelikan adalah bahwa datang seorang dan Syi’ah kemudian memberikan komentar atas kitab-kitab hadits pada Ahlussunnah yang mereka (ahlussunnah) itu telah meletakkan dasar-dasar ilmu hadits, dan bersendirian (teristimewakan) tanpa pemeluk agama-agama manapun, dan tanpa kelompok kelompok sesat yang menisbahkan dirinya kepada Islam dengan dusta. Karena sesungguhnya perkara pertama yang dilihat oleh ahli hadits pada ahlussunnah adalah sanad, dan sisi ketersambungannya. Yang demikian itu adalah demi menjauhkan dan berbagai perkara yang menggugurkan, seperti mursal, munqathi, mudallis, khafiy, dan mu’allaq. Kemudian setelah itu melewati langkah berikutnya, yaitu mengetahui para perawi dan tingkat kejujuran mereka, yaitu masalah jarh wat ta’dil dan segala perkara yang dikandungnya dan pengenalan ilmu sejarah para perawi, dan ilmu nama-nama para perawi. Dan saat ada kontradiksi pada sebagian hadits, maka dilihatlah matannya. Seluruh ilmu yang agung ini, dikhususkan oleh Allah bagi ahlussunnah wal jama’ah. Maka jadilah agama mereka adalah agama yang benar, sementara selain mereka tersesat di dalam lautan kegelapan dan kesesatan.

Maka segala puji bagi Allah Subhanallahu wa Ta’ala yang telah memberikan nikmat mengikuti agama yang memiliki kaidah-kaidah rinci, dan ushul yang bersih dalam mengetahui kebenaran dan kebatilan kepada kita. (AR)*

Hadits tentang “Kesialan”

Hadits tentang “Kesialan”
Kata orang, kita sekarang sudah berada di zaman modern dan era globalisasi. Namun, entah kenapa, khurofat-khurofat jahiliah masih saja diadopsi oleh sebagian kaum muslimin sekarang, walaupun mereka sudah menyandang pendidikan tinggi. Di antara khurofat tersebut adalah perbuatan tathoyyur yaitu merasa sial dengan burung atau lainnya. Dalam Islam, khurofat seperti itu diberantas dan sebaliknya kita diperintahkan untuk hanya bertawakkal kepada Alloh dalam segala urusan.
Ada suatu masalah penting di sini yang permasalahannya perlu kami dudukkan dengan benar, yaitu adanya beberapa hadits yang sekilas saling bertentangan. Dalam banyak hadits, khurofat tersebut ditiadakan bahkan dimasukkan kategori kesyirikan. Namun, di sisi lain ada beberapa hadits yang sekilas mengisyaratkan adanya beberapa makhluk yang membawa sial. Bagaimana permasalahannya?! Dan bagaimana komentar ulama mengenainya?! Marilah kita kaji bersama masalah ini secara ilmiah.

Teks Hadits

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الشُّؤْمُ فِى الدَّارِ وَالْمَرْأَةِ وَالْفَرَسِ ».
Dari Abdulloh bin Umar berkata: “Saya mendengar Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Kesialan itu dalam tiga perkara: kuda, wanita, dan rumah.’”[1]
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنْ كَانَ الشُّؤْم فَفِى الْمَرْأَةِ وَالْفَرَسِ وَالْمَسْكَنِ ».
Dari Sahl bin Sa’ad  bahwasanya Rosululloh shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya kesialan itu ada, maka pada wanita, kuda, dan tempat tinggal.”[2]
Bila kita cermati dua hadits di atas, akan kita dapati dua lafazh yang berbeda, pada hadits pertama dengan lafazh tegas dan pada hadits kedua dengan lafazh syarat (seandainya ada).

Sekilas Bertentangan

Sekilas pandang, seakan-akan terjadi kontradiksi antara hadits di atas dengan dalil-dalil dan hadits-hadits yang banyak sekali tentang larangan merasa sial, di antaranya yang paling tegas adalah hadits Abdulloh bin Mas’udradhiyallahu ‘anhu:
“Thiyaroh (merasa sial) adalah termasuk kesyirikan.”[3]
Hadits ini dengan tegas menyatakan bahwa thiyaroh (tathoyyur) adalah termasuk kesyirikan.

Bagaimana Cara Memadukannya?

Para ulama telah berusaha untuk memadukan antara kedua hadits di atas dan mereka menegaskan bahwa di sana ada perbedaan antara kesialan dengan tiga hal (yaitu: wanita, rumah, dan kendaraan) di atas dengan thiyaroh yang syirik. Namun, metode mereka dalam memadukannya beragam, di antaranya[4]:
Pertama: Sebagian mereka mengatakan bahwa pada asalnya merasa sial itu tidak boleh, tetapi khusus dengan tiga hal di atas maka boleh.[5]
Kedua: Sebagian ulama mengatakan bahwa bolehnya merasa sial dengan tiga hal di atas adalah mansukh(terhapus) dengan hadits-hadits larangan.[6]
Ketiga: Melemahkan dan mengingkari hadits-hadits yang menyatakan kesialan pada tiga hal di atas atau mengingkari ketegasan lafazh tersebut, yang benar menurut mereka adalah dengan lafazh: “Kalau memang ada kesialan pada sesuatu, maka tiga perkara.”[7]
Pendapat yang kuat adalah yang merinci bahwa kesialan itu ada dua macam:
  1. Kesialan yang haram, seperti keyakinan orang-orang jahiliah yaitu pada hal-hal tertentu yang dianggap membawa sial bahwa hal itu berpengaruh pada keadaan dan merupakan faktor kebaikan dan keburukan, sehingga menghalangi mereka dari keinginan dan tekad mereka. Imam Nawawi v\ berkata tatkala menjelaskan segi kesyirikan thiyaroh: “Sebab mereka berkeyakinan benda tersebut berpengaruh untuk maju mundurnya suatu keinginan.”[8]
  2. Kesialan yang ditetapkan dalam hadits, yaitu apa yang dijumpai pada hati seorang kebencian pada hal-hal tertentu ketika terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan padanya. Di antara ciri-cirinya:
  3. Kesialan ini tidak muncul kecuali setelah terjadinya kemadhorotan yang berulang-ulang. Seandainya seorang merasa terkena madhorot dari sesuatu, maka boleh baginya untuk meninggalkannya.
  4. Kesialan ini muncul karena adanya sifat yang tercela, berbeda dengan kesialan terlarang yang biasanya muncul karena sebab yang tidak jelas, seperti membatalkan rencana bepergian gara-gara melihat seekor burung.
  5. Dampak dari kesialan ini adalah meninggalkan, dengan tetap berkeyakinan bahwa hanya Alloh saja yang menciptakan dan mengatur kebaikan dan keburukan. Kesialannya bukan karena zat benda tersebut memiliki pengaruh, melainkan karena apa yang Alloh takdirkan pada benda tersebut berupa kebaikan dan kejelekan. Hal ini diperkuat oleh hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang berkata kepada Nabishallalllahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rosululloh, dahulu kami berada di rumah dan jumlah kami serta harta kami banyak, tatkala kami pindah rumah lain, jumlah kami dan harta kami menjadi sedikit.” Lalu Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tinggalkan rumah tersebut.”[9]
Dalam hadits ini, Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada orang tersebut pindah rumah tatkala beliau mendapati kebencian mereka, adanya madhorot yang menimpa mereka serta berulangnya hal itu pada mereka. Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk pindah agar hilang perasaan benci dalam hati mereka, bukan karena zat rumah itu memiliki pengaruh.[10]
Demikianlah perincian para ulama dalam masalah ini, sehingga dengan demikian hilanglah anggapan tentang adanya kontradiksi pada hadits-hadits Rosululloh shallalllahu ‘alaihi wa sallam.[11]

Beberapa Masalah Tentang Hadits

Untuk melengkapi pembahasan hadits ini, kami akan sedikit menambahkan beberapa pembahasan seputar hadits ini secara ringkas[12].
1.  Definisi tathoyyur
Tathoyyur (thiyaroh) adalah merasa sial karena melihat atau mendengar sesuatu seperti keyakinan orang jahiliah dahulu apabila melihat burung terbang ke arah kanan maka pertanda baik dan bila terbang ke kiri maka pertanda keburukan.
Perlu diketahui bahwa khurofat ini sampai sekarang masih bercokol di sebagian masyarakat. Sebagai contoh, sebagian masyarakat masih meyakini bila ada burung gagak melintas di atas maka itu pertanda akan ada orang mati, bila burung hantu berbunyi pertanda ada pencuri, bila mau beergian lalu di jalan dia menemui ular menyeberang maka pertanda kesialan sehingga perjalanan harus diurungkan.
Demikian pula ada yang merasa sial dengan bulan Muharrom (Suro: Jawa), hari Jum’at Kliwon, ada juga yang merasa sial dengan angka seperti angka 13 dan sebagainya.[13]
2.  Hukum thiyaroh
Thiyaroh hukumnya adalah haram dan termasuk kesyirikan yang menodai tauhid seseorang, karena dua hal:
Pertama: Seorang yang merasa sial berarti telah menghilangkan tawakkalnya kepada Alloh dan dia malah berpedoman pada selain Alloh.
Kedua: Seorang yang merasa sial berarti bergantung pada perkara yang tidak ada hakikatnya padahal hanya khayalan belaka, sehingga semua ini dapat menodai tauhid seorang hamba.
Orang yang merasa sial tidak lepas dari dua keadaan:
Pertama: Dia meninggalkan keinginannya karena mengikuti keyakinan sialnya. Ini adalah bentuk kesialan yang paling berbahaya bagi aqidah seorang.
Kedua: Dia melanjutkan keinginannya, namun dengan perasaan takut dan gundah dalam hatinya. Ini juga berbahaya bagi tauhid seorang sekalipun lebih ringan dari yang sebelumnya.
Maka hendaknya bagi seseorang untuk melanjutkan keinginannya dengan lapang dada dan tawakkal yang kuat kepada Alloh tanpa melirik pada kesialan karena hal itu berarti buruk sangka kepada Alloh. Bahkan merasa sial juga bisa sampai kepada derajat syirik besar yang mengelurkan seorang dari Islam yaitu apabila dia menyakini bahwa benda yang dia anggap pembawa sial tadi memiliki pengaruh secara dzatnya, karena dengan demikian berarti dia menjadikan tandingan bagi Alloh dalam masalah penciptaan dan pengaturan.[14]
3.  Hukum meninggalkan tiga hal (rumah, istri, kendaraan)
Maksudnya kalau seandainya seorang terkena cobaan pada tiga hal tersebut terus-menerus sehingga dia merasa keberatan dan merasakan kebencian terhadapnya, bolehkah untuk meninggalkannya?! Jawabannya adalah boleh dan ini tidak termasuk kesialan yang dilarang. Imam al-Baghowi rahimahullah mengomentari hadits pembahasan: “Ini adalah petunjuk Nabi shallalllahu ‘alaihi wa sallam bagi yang memiliki rumah, istri, atau kuda yang tidak menyenangkannya agar dia berpisah darinya. Kalau rumah maka dengan pindah darinya, kalau istri maka dengan menceraikannya, kalau kuda (kendaraan) maka dengan menjualnya. Dan semua ini tidaklah termasuk thiyaroh yang terlarang.”[15]
4.  Tanda-tanda kesialan pada tiga hal dan faktor pengkhususannya
Para ulama menyebutkan bahwa tanda kesialan pada rumah yaitu sempitnya, tetangga yang jelek, sering kena musibah (pencurian, misalnya), jauhnya dari masjid sehingga tak mendengar adzan, dan sebagainya. Tanda kesialan istri yaitu dengan kemandulannya, jelek akhlaknya, selingkuh, dan sebagainya. Adapun tanda kesialan pada kuda adalah sulit ditumpangi, lambat jalannya, dan sebagainya.
Adapun kenapa dikhususkan tiga hal tersebut saja? Jawabannya adalah karena tiga hal itu kebutuhan primer seorang yang selalu berkaitan dengan manusia yaitu rumah, istri, dan kendaraan.[16]

Demikianlah pembahasan yang dapat kami sajikan. Semoga bermanfaat.

Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
(www.abiubaidah.com)

[1] HR. Bukhori: 2858 dan Muslim: 2225
[2] HR. Bukhori: 5095 dan Muslim: 2226
[3] HR. Ahmad 1/389, Abu Dawud: 3910, Tirmidzi: 1614, dan dishohihkan al-Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi2/216.
[4] Diringkas dari Ahadits Aqidah karya Sulaiman bin Muhammad ad-Dubaikhi 1/115–129, Darul Bayan al-Haditsiyyah, cet. pertama 1422 H.
[5] Lihat Fathul Bari 10/213 oleh Ibnu Hajar, Ma’alim Sunan 4/236, 237, Ta‘wil Mukhtalifil Hadits hlm. 106 oleh Ibnu Qutaibah, Taisir Aziz Hamid hlm. 377 oleh Sulaiman bin Abdillah, al-Adab Syar’iyyah 4/7 oleh Ibnu Muflih.
[6] Lihat at-Tamhid 9/290 oleh Ibnu Abdil Barr.
[7] Lihat Syarh Ma’anil Atsar 4/314 oleh ath-Thohawi, Tahdzibul Atsar 1/31 oleh ath-Thobari, at-Tamhid 9/283 oleh Ibnu Abdil Barr, al-Ijabah li Irodi Mastadrokathu Aisyah ’ala Shohabah hlm. 128 oleh az-Zarkasyi, Silsilah Ahadits ash-Shohihah 1/727, 4/565 oleh al-Albani.
[8] Syarh Muslim 14/471
[9] HR. Abu Dawud: 3917, al-Bukhori dalam Adabul Mufrod: 918 dan dihasankan al-Albani dalam Shohih Sunan Abu Dawud 2/743.
[10] Ta‘wil Mukhtalifil Hadits hlm. 99 oleh Ibnu Qutaibah
[11] Lihat Miftah Dar Sa’adah 3/344 oleh Ibnul Qoyyim, Latho‘if Ma’arif hlm. 83 oleh Ibnu Rojab, Majmu’ Fatawa Ibnu Baz: 142, al-Majmu’ Tsamin oleh Ibnu Utsaimin 1/61.
[12] Diringkas dari risalah Ma’na Hadits asy-Syu’mu fi Tsalatsah oleh Dr. Muhammad bin Abdul Aziz al-Ali.
[13] Lihat risalah at-Tathoyyur oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan lihat kembali tulisan Ustadzuna Abu Nu’aim rahimahullah tentang masalah ini dalam Majalah Al Furqon Edisi 5/Th. III hlm. 23.
[14] Lihat Miftah Dar Sa’adah 2/320, Latho‘iful Ma’arif hlm. 71, al-Qoulus Sadid hlm. 18 oleh as-Sa’di, al-Qoulul Mufid 1/560 oleh Ibnu Utsaimin.
[15] Syarh Sunnah 9/13, 12/178–179
[16] Syarh Sunnah 9/14 oleh al-Baghowi, Faidhul Qodir 3/33 oleh al-Munawi.